Pada hari Rabu 10 November 2010, PT KS (Persero) Tbk. resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kegiatan ini merupakan puncak dari serangkaian proses privatisasi (baca: pengalihan kepemilikan saham) yang telah direncanakan PT KS beberapa tahun terakhir. Harga saham PT KS telah ditetapkan sebesar Rp 850 persaham. Jumlah saham yang dilepas ke masyarakat sebanyak 3,155 miliar saham atau setara dengan 20% dari keseluruhan saham. Perkiraan dana (kotor) yang dapat diraih PT KS dari IPO (Initial Public Offering) atau penawaran umum perdana ini adalah sebesar Rp 2,68 Triliun. (Krakatau.steel.com, 11/11/2010).
Alasan Keliru Pemerintah
Ada beberapa pandangan di balik privatisasi, misalnya, privatisasi PT KS adalah untuk meningkatkan laba dan memajukan kinerja perusahaan. Ini belum tentu benar karena saham tidak sepenuhnya dimiliki oleh perusahaan negara tersebut. Malah prosentase kepemilikan saham dari pihak asing lebih tinggi daripada perusahaan itu atau saham milik negara. Tidak salah jika sebagian pengamat menyatakan bahwa IPO KS adalah seperti perampokan yang sistemik; ada pihak-pihak tertentu yang bermain untuk mengambil keuntungan. Faktanya, hanya dalam satu hari penawaran, saham PT KS langsung melejit 49% (Detikfinance, 11/11).
Akibatnya, menurut Ekonom Sustainable Development Indonesia (SDI) Prof. Drajad Wibowo, negara dan PT Krakatau Steel dirampok sekitar Rp 1, 2 Triliun hanya dalam sehari. Upaya underwriters dengan memberikan jatah kepada asing sebesar 35 persen untuk mencari investor yang berkualitas hanya omong kosong. Buktinya, Credit Suisse melepas saham dalam jumlah besar hari itu juga. Baru satu sesi saja investor yang membeli saham Krakatau melalui Credit Suisse sudah mengeruk untung besar. IPO (penawaran umum saham perdana) PT Krakatau Steel merupakan perampokan melalui pasar modal (Republika.co.id, 12/11).
Dr. Hendri Saparini, Direktur ECONIT, mengumpamakan kondisi PT Krakatau Steel sama seperti dengan Gunung Anak Krakatau, yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan guncangan dan menelan korban. Ini baru seperti (Gunung) Anak Krakatau, baru keluar asap. Masih banyak magma yang akan keluar. PT Krakatau Steel merupakan perusahaan berstatus badan usaha milik negara (BUMN) sehat dan potensial yang tidak perlu dijual sahamnya. Kekhawatiran proses penjualan saham KS dengan harga yang murah-senilai Rp 850 persaham-itu menjadi skandal ekonomi baru yang lebih besar/dahsyat dari kasus Bank Century (Suarakarya-online.com, 10/11).
Menurut Yanuar, pengamat pasar modal, dalam kasus IPO PT Krakatau Steel ada indikasi masyarakat hanya mendapat 2 persen saja, sedangkan 98 persen merupakan penjatahan tetap. Kalau sudah demikian, harga yang terbentuk tidak nyata. Saham PT KS merupakan saham ‘gorengan’ karena konstribusi faktor fundamental terhadap penentuan harganya hanya 0,14 persen. Pengaruh fundamental dari saham ini yang hanya 0,14 persen merupakan amatiran karena mereka melakukan untuk keuntungan diri sendiri (Suarakarya-online.com, 10/11).
Rekomendasi
Sejumlah tokoh Banten meminta Pemerintah mengkaji dan mencermati kembali agenda privatisasi (pengalihan sebagian saham) PT Krakatau Steel. Sebab, privatisasi akan melemahkan kedaulatan negara di bidang ekonomi dan politik perekonomian. Forum diskusi tokoh bertema “Telaah Kritis Privatisasi (IPO) PT KS” di Aula Setda Provinsi Banten di Serang, Sabtu, 7 November 2010, yang diselenggarakan DPD I Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Provinsi Banten-yang menghadirkan pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy, Wagub Banten HM Masduki, Juru Bicara HTI Ismail Yusanto, Corporate Secretary PT KS Raden Gunawan dan tokoh Banten dari berbagai elemen masyarakat-menyampaikan rekomendasi (usulan) kepada pihak PT KS, masyarakat Banten, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Isi rekomendasi tersebut di antaranya, mendesak jajaran manajemen PT KS meningkatkan kinerja untuk membuktikan kepada Pemerintah dan masyarakat Indonesia, bahwa tanpa diprivatiasi pun PT KS dapat tumbuh sehat dan berkembang serta meningkatkan kepedulian perusahaan terhadap masyarakat Banten. Seluruh lapisan dan elemen masyarakat Banten, Pemerintah kabupaten/kota se-Banten diseru untuk menolak privatisasi dalam bentuk apapun, karena privatisasi sarat dengan kepentingan neo-imperialisme (penjajahan baru). Sebagai alternatif, untuk dana pengembangan PT KS hendaknya pembeli saham adalah pemerintah daerah setempat.
Bahaya Privatisasi
Privatisasi (pengalihan aset negara/milik rakyat) merupakan bagian tak terpisahkan dari ideologi Kapitalisme yang menonjolkan kepemilikan individu atau kebebasan kepemilikan. Islam melarang kita mengadopsi konsep-konsep ekonomi yang secara asasi bertentangan dengan akidah. Apalagi privatisasi terbukti telah menyebabkan kesengsaraan masyarakat dan ketidakmandirian perekonomian negara. Privatisasi merupakan pengambilalihan swasta terhadap kekayaan kolektif dan kepemilikan masyarakat, termasuk simpanan publik, tanah, mineral tambang, hutan, dan lain-lain. Ini merupakan bagian dari strategi kaum penjajah untuk menghancurkan suatu negara dan kemudian menguasainya. Perusahaan PT Krakatau Steel termasuk perusahaan strategis untuk kepentingan negeri ini. Karena itu, perusahaan baja ini tidak boleh dijual. Apalagi, seperti dikatakan pengamat ekonomi, Drajat Wibowo, kinerja keuangan PT KS juga tak buruk-buruk amat. Pada semester I 2010, produsen baja yang berpusat di Cilegon Banten ini mampu meraup laba bersih hampir Rp 1 Triliun.
Jika dicermati lebih jauh, penyebab kemunduran PT Krakatau Steel ada pada kesalahan kebijakan pemerintahan sekarang ini. Pertama: PT Krakatau Steel mengalami kekurangan pasokan bahan baku seperti bijih besi, bijih mangan, bijih chrom, bijih nikel, kapur dan dolomit. Keseluruhan bahan baku itu dapat disediakan oleh alam Indonesia. Namun, Pemerintahan SBY-lah yang mengekspornya dengan harga sangat murah ke luar negeri. Kedua: produksi PT Krakatau Steel terkendala oleh kurangnya pasokan energi, khususnya listrik, sehingga industri baja tidak bisa beroperasi secara maksimal. Sayang sekali, lagi-lagi SBY membuat kesalahan ketika mengekspor murah batu bara Indonesia ke luar negeri. Ketiga: kurangnya pengembangan industri bahan baku baja di dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor.
Privatisasi dalam Pandangan Islam
Ide privatisasi pada dasarnya meniadakan peranan Pemerintah dalam perekonomian dan pelayanan masyarakat, kemudian menyerahkannya kepada para investor (swasta, termasuk pihak asing). Ide ini berpijak pada pandangan Adam Smith yang menghendaki perekonomian berjalan tanpa campur tangan pemerintah atau laissez faire. Prinsip dasar laissez faire sangat bertentangan dengan prinsip Islam, yakni negara merupakan pengatur dan pelayan urusan umat (ri’âyah as-su’ûn al-ummah). Rasulullah saw. pernah bersabda:
اَلإِمَامُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan dia bertanggung jawaban atas urusan rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Privatisasi merupakan bagian utama program penyesuaian struktural yang dilahirkan di Washington pada tahun 1980. Privatisasi selalu menjadi agenda globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang diusung oleh IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), AS dan negara-negara kapitalis lainnya, serta para investor. Tujuan program-program politik ekonomi yang mereka usung adalah untuk menjaga kesinambungan penjajahan para kapitalis terhadap negara-negara berkembang dan negara-negara miskin. Padahal jelas, syariah Islam telah melarang para pejabat negara mengambil suatu kebijakan dengan menyerahkan penanganan ekonomi kepada para kapitalis ataupun dengan menggunakan standar-standar kapitalis, karena selain bertentangan dengan konsep syariah, juga membahayakan negara dan masyarakat. Nabi Muhammad saw. bersabda:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
Tidak boleh ada bahaya (dharar) dan (saling) membahayakan (HR Ahmad dan Ibn Majah).
Privatisasi yang dilakukan Pemerintah atas BUMN yang terkategori harta milik umum dan sektor/industri strategis dilarang oleh syariah Islam. Nabi Muhammad saw. bersabda:
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءٌ فِي ثَلاَثٍ: فيِ الْمَاءِ وَ الْكَلَأِ وَ النَّارِ
Kaum Muslim berserikat dalam tiga barang: air, padang rumput dan api (HR Abu Dawud).
Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani (2002) harta milik umum mencakup fasilitas umum, barang tambang yang jumlahnya sangat besar dan sumberdaya alam yang sifat pembentukannya menyebabkan tidak mungkin dikuasai oleh individu. Adapun industri strategis adalah adalah industri yang menghasilkan produk/mesin yang dibutuhkan oleh kegiatan-kegiatan sektor perekonomian seperti industri manufaktur, pertanian, transportasi, telekomunikasi dan industri baja.
Karena itu, selain haram, privatisasi juga berbahaya karena: Pertama, menyebabkan harta hanya beredar di kalangan orang kaya saja, baik perorangan maupun perusahaan; sementara orang banyak tidak dapat memanfaatkan harta tersebut. Hal ini tidak dibenarkan menurut Islam (Lihat: QS al-Hasyr [59]: 7).
Kedua, menimbulkan dominasi dan hegemoni kaum kafir atas kaum Muslim. Dengan privatisasi, individu atau perusahaan kapitalislah yang nantinya akan menguasai dan mengendalikan negeri-negeri Islam, baik di bidang ekonomi maupun politik. Negeri-negeri Islam akan terjerumus dalam cengkeraman penjajahan ekonomi. Hal ini tegas telah diharamkan dalam Islam (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 141).
Karena itu, jelas, privatisasi, apapun modusnya, harus selalu diwaspadai, karena ujung-ujungnya adalah penjajahan ekonomi atas umat Islam. Namun demikian, selama negeri ini menerapkan sistem ekonomi kapitalis, penjajahan ekonomi, baik melalui privatisasi ataupun yang lain, akan tetap berlangsung. Semua itu hanya bisa dicegah jika umat ini menerapkan syariah Islam secara total dalam negara, termasuk dalam bidang ekonomi, dengan hanya menerapkan sistem ekonomi Islam, tentu hanya dalam intitusi Khilafah Islam.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
KOMENTAR AL ISLAM:
Polri, Kejagung, Menkumham Ramai-ramai Cuci Tangan (dalam kasus kaburnya Gayus, red.) (Inilah.com, 16/11/2010).
Satu lagi bukti, betapa sistem sekular banyak melahirkan aparat yang tak bertanggung jawab.